Saturday, May 20, 2023

SUAMIKU PENYEJUK HATIKU

Dia tidak terlalu tanpan namun, sedap dipandang. Kulitnya tidak putih juga tidak hitam, wajahnya bersih bersinar karena tak lepas dari wudhu. Postur tubuhnya yang tegap dengan tinggi 172 cm menjadikan aku lebih percaya diri karena merasa terlindungi jika berdampingan dengannya. Dia tidak sarjana sepertiku yang kini sudah Master, juga bukan seorang pegawai negeri. Dia pun bukan pegawai swasta, pedagang, ataupun petani. Namun, dia bisa mencukupi segala kebutuhan kami, istri dan anak-anaknya. Penghasilan dari bisnisnya dalam mengelola lahan yang dijadikan sebuah perumahan cukup membuat kami bisa hidup dengan layak. Walaupun semuanya tak mudah untuk menjadi seperti sekarang.  

Sikapnya pendiam tidak banyak bicara, apalagi terhadap orang asing. Jika bicara cukup hal yang penting saja. Sikap itu tidak berlaku terhadap aku istrinya, bersuara dan tangannya selalu usil, sedikit jahil sehingga mampu membuat gaduh jika berlebihan dilakukannya, aku pasti berteriak karena tidak tahan supaya dia mau menghentikan tingkahnya. Dia mampu mengobati rasa lelahku, sepulang sekolah aku selalu disambut dengan senyuman, bahkan pelukan hangat. Aku diperlakukan seperti anak-anak sehingga aku sangat nyaman jika bersamanya.

Usia perkawinan kami sudah 26 tahun. Kami memiliki dua orang putri. Yang Sulung baru menyelesaikan studinya sebagai sarjana komputer pada November 2022 yang lalu, sedangkan Si Bungsu baru saja menamatkan bangku SMA dan sekarang masih mengikuti tes UTBK untuk masuk perguruan tinggi. Memiliki anak yang sudah besar-besar dan cukup dewasa cukup membuat kami bahagia dan bangga terhadap mereka. Namun, mereka merantau di pulau seberang sehingga membuat rumah hening, tentu kami kesepian. Hal ini berdampak dengan sikap suami terhadapku yang semakin lengket kayak perangko. Sebenarnya dia tidak banyak berubah, dari dulu sudah seperti itu, sangat penyayang. terkadang anak-anak sering memisahkan tangan kami karena selalu bergenggaman ketika berjalan di tempat umum alasan malu terhadap teman-temannya. Namun, suamiku malah beralih memegang pundakku dan anak-anakku sedikit mencibir dengan berkata, “Dasar, Bucin... Budak cinta.” Kamipun tersipu mendengar cibiran mereka.

Seiring perjalanan waktu sekian banyak permasalahan yang telah kami lalui membuat kami semakin dewasa, matang dalam berpikir dan bertindak. Kebersamaan dan rasa tanggung tanggung jawab terhadap permasalahan kami hadapi dengan penuh kesabaran. Tidak ada rumah tangga yang tidak dihinggapi masalah ataupun cobaan. Sabar dan salat sebagai perisai agar bisa kami menjalani dengan tenang dan tabah. Sikap dewasa dari suamiku cukup menjadi penenang dalam jiwaku yang berkecamuk. Dari dia aku belajar untuk menjadi lebih dewasa dan bijak. Dia selalu menemani dan membantuku melakukan beberapa pekerjaan. Sikapnya yang romantis menambah kedamaian. Dia selalu memelukku dalam kondisi apapun, hampir setiap kami berpapasan di dalam rumah aku dipeluk bahkan diciumnya untuk menunjukkan rasa sayangnya. Tak terkecuali saat kami berjamaah, di atas tikar sajadah setelah iqomah dia selalu menjulurkan tangannya membantuku untuk bangkit dari tempat duduk dan dia memeluk serta mencium keningku terlebih dahulu sebelum kami memulai sholat. Betapa indahnya hari-hariku bersamanya semoga suamiku tetap sehat, sejahtera, dan dirahmati umur yang panjang. Semoga kami mejadi keluarga yang samawa hingga akhir hayat. Alhamdulillah, Baiti Jannati impianku kini terwujud. Barakalallah

No comments:

Post a Comment

Di Balik Kisah Guru yg terkucilkan

“Adi… keluar sebentar, ambil ini... aku di depan pagar”.  Suara lantang terdengar setelah ku menjawab salamnya melalui handphone...