Friday, September 8, 2023

Balada Cinta Pak Adit

“Hu..hu…hu… Hu..hu…hu…” Tangisan Pak Adit dari seberang menelpon ku dengan harapan ingin curhat tentang keberadaannya di pulau tempat tugas terbarunya. 
“E..e…e…. kenapa? sabar… sabar… istigfar, Kakak…” sahutku menenangkan Pak Adit.
“Hu..hu…hu… Bantu aku, Adi… Hu...hu…hu… Aku mau mati di sini. Hu..hu…hu… aku akan buang diri dalam laut ini, Hu..hu…hu… Aku tak tahan di sini, Adi… tak ada artinya aku hidup. Hu..hu…hu…  “ Pak Adit mengungkapkan keadaaannya sambil berdiri di dermaga dimana tempat sinyal bersahabat. Pulau tersebut sulit untuk menapatkan sinyal, hanya di titik-titik tertentu. 
“Ya Allah, Kakak… tidak baik bicara begitu, istigfar… ini semua ujian, Kakak nanti akan naik kelas, derajatnya semakin tinggi  jika bisa melalui semua ini” jelasku, menenangkan.
“Aamiin, Adi… Hu..hu…hu… Maaf, Adi… tidak apa aku seperti ini sama kamu, aku tidak malu lagi sama kamu walaupun kamu seorang kepala sekolah, aku anggap kamu saudara kandungku, aku ingin tuangkan semua isi hatiku supaya aku sedikit lega” tambah Pak Adit dengan mulai sedikit tenang”.
Di sela curhatannya saya membuka aplikasi rekaman, merekam isi curhatan Pak Adit, sebagai dokumen. 
“Oh… iya, Kakak… tidak apa. Aku siap menampung semuanya dan berusaha untuk membantu mencari solusinya.  silahkan, Kakak… asalkan Kakak tenang, ya… ” sahut ku.  
“Apakah Kakak sudah hubungi ibu  dan curhat sama Ibu…? Aku balik bertanya.
“Sudah kuhubungi tapi tidak angkat, mungkin dia ada kerjaan, Adi. Terus terang aku tidak harmonis sama dia, kalau aku curhat sama dia bukannya menenangkan malah aku tambah dimarahi karena aku dianggap benar-benar melakukannya.” Jawab Pak Adit dengan sedikit kesal dengan respon istrinya. 
“Tidak seperti itu, Ibu sebenarnya baik, buktinya aku diajak kemana-mana menelusuri dan ingin menyelamatkan Kakak, ingin tahu bagaimana yang sebenarnya terjadi. Kakak harus sabar menghadapi Ibu, wajar beliau seperti itu karena rasa kecewa serta malu terhadap apa yang menimpa Kakak, bawa tenang dalam menghadapi Ibu, terima saja apa yang beliau katakan, jangan balik menyerang, malah tampak runyam masalahnya nanti.” Jelasku, kembali menenangkan Pak Adit.
“syukurlah kalau begitu, Adi… Aku titip Ibu, tolong selalu temani dia, salam sama Ayah ya, Adi...” jawab Pak Adit berharap dengan suara isakannya yang terdengar mulai lemah.
“Baik, Kakak… Insya Allah, kita sama-sama saling mendo’akan, ya…” balasku, meyakinkan.
“Terima kasih, Adi… Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh” Jawab Pak Adit menutup telponnya.
“Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.” balas salamku dan menutup rekaman.
Aku membuka media rekaman dan mendengar kembali isi pembicaraan bersama Pak Adit, rekaman tersebut kukirimkan kepada suamiku yang berada di pulau seberang sedang menemani anaknya yang sedang berurusan masalah kuliah. Rekaman tersebut menjadi topik perbincangan kami sambil baring-baring sampai menjelang tidur. Suamiku sedikit menyarankan untuk selalu membantu Pak Adit agar bisa tuntas masalahnya sambil memikirkan strategi-strateginya. 
Pak Adit adalah seorang duda beranak satu, hubungan rumah tangga dengan istri pertamanya karam ketika sang istri mulai tidak mau menuruti sang suami bertugas ke daerah terpencil. Tambah lagi segala urusan rumah tangganya selalu dipengaruhi oleh keluarga sang istri yang dianggap protektif oleh Pak Adit. Pak Adit tidak tahan karena selalu terjadi pertengkaran dan perselisihan dan membuatnya tidak betah serta tak nyaman. Akhirnya Pak Adit menceraikan istrinya sedangkan anaknya yang baru saja menginjak remaja dibiarkan untuk bebas memilih kemana dia suka, namun tinggalnya tetap bersama ibunya. 
Dua tahun menduda, ada program tour ke beberapa kota di Pulau Jawa. Beberapa guru yang ikut dalam kegiatan tersebut termasuk Pak Adit. Dalam perjalanan tour Pak Adit bertemu dengan guru paruh baya, selisih usia cukup jauh sekitar 9 tahun. Kulitnya putih kuning halus, wajahnya yang cantik berhidung mancung tidak nampak kalau usianya jauh lebih tua. Kecantikan seorang wanita paruh baya berdarah bangsawan itu memacarkan pesona membuat sang duda beranak satu itu terkesima. Pak Adit yang usia lebih muda dan berkulit hitam manis  tak gentar mendekati sang wanita pujaan. Piodalisme kebangsawanan sang wanita sangat nampak, acuh terhadap godaan, dan sesekali mencemoohkan. Pak Adit semakin penasaran terhadap kelakuan wanita paruh baya tersebut sehingga Pak Adit tanpa rasa malu mengutarakan isi hati kepada teman-teman sang wanita kalau dia sangat suka  padanya.
Masih dalam perjalanan tour, di suatu hari sang wanita ingin mandi dan minta ditemani oleh temanya. Sambil berjalan menuju kamar mandi dia berbincang-bincang dengan teman wanitanya.
“Mana rupa laki-laki yang suka sama aku itu, pengen kulihat wajahnya, berani sekali dia.” dengan nada angkuh wanita paruh baya itu bertanya.
“Nanti kuperlihatkan, mandi saja dulu.” Sahut teman sang wanita.”
Tiba-tiba, ketika sang wanita keluar dari kamar mandi, dari kejauhan nampak Pak Adit duduk di atas kursi sambil menatap tajam wanita tersebut. Sang wanita berteriak karena bulu badannya merinding ketika bertatapan mata dengan Pak Adit. 
“Ooo….Tuhan…ampun, tolong, Tuhan…“ teriak sang wanita sambil berlarian menuju kamar penginapan.
Sejak saat itu hati sang wanita mulai gelisah dan semakin penasaran dengan Pak Adit. Dengan sedikit angkuh dia mencari Pak Adit. Saat Pak Adit duduk di atas kursi sang wanita paruh baya itu datang menghampiri.
“Ooo… ini rupanya orang yang suka sama aku?, ngaca dikit dong” sambil mengusap wajah Pak Adit dengan sedikit air yang sudah disiapkan. 
Pak Adit hanya tersenyum dan berdoa dalam hati, “Ya Allah, jodohkan aku dengan wanita ini”.
Sepanjang perjalanan tour, Pak Adit selalu memberikan perhatian kepada sang wanita, walaupun sering dicemoohkan. Lama kelamaan sang wanita pun luluh namun, rasa sukanya tidak ditampakkan.
Sepulang dari tour Pak Adit mulai serius mengutarakan isi hati kepada sang wanita dan berniat ingin menikahinya. Namun, karena perbedaan kasta keluarga wanita menolak sehingga dia dipaksa menikah dengan sepupunya yang sudah beristri. Di sela persiapan pernikahan saat menunggu kehadiran penghulu, Pak Adit muncul dan wanita itupun meninggalkan acara pernikahan itu pergi mengikuti Pak Adit dan mengatakan bersedia untuk menjadi istrinya. 
Sekian lama berumah tangga, karakter kebangsawanan yang sedikit piodal masih melekat pada diri Istri Pak Adit. Sikap itu yang membuat Pak Adit sedikit tidak nyaman terhadap istrinya, sering terjadi percekcokan antara mereka  sehingga beberapa kali dalam kehidupan mereka terjadi pisah rumah, Pak Adit pun tinggal di rumah kos-kosan.
Istri Pak Adit sekarang sudah pensiun karena selisih usianya yang cukup jauh sementara Pak Adit sendiri masih aktif sebagai ASN/guru. Hingga sekarang mereka tinggal bersama namun tidak sekamar. Pertama saya melihat ada yang aneh karena tidak biasanya terjadi, kamar suami beserta perkakasnya ada di kamar depan rumahnya sedangkan istrinya ada di kamar utama. 
Delapan bulan berjalan Pak Adit berada di pulau sebagai guru dengan nota tugas tertanggal 10 Januari hingga 30 Desember 2023. Dalam masa itu banyak perubahan yang terjadi pada diri guru tersebut, dia sudah terbiasa dengan kehidupan di sana, membaur dengan masyarakat. Beruntungnya, Pak Adit bertemu dengan paman dari keluarga ibunya yang sangat royal dan lumayan berada. Pamannya memiliki ternak sapi yang cukup banyak  sehingga  Pak Adit dihadiahi seekor sapi berusia 2 tahun dengan kondisi kurus. Karena ketelatenan Pak Adit memelihara ternak kini sapi tersebut berkembang menjadi sapi yang sehat, gemuk, dan subur. Pak Adit semakin betah di sana, tidak ada niat lagi untuk mutasi atau kembali ke wilayah tugas semula. 
Kasus Pak Adit yang sedang diteliti oleh Inspektorat masih menunggu keputusan, Pak Adit dan beberapa orang terkait sudah dipanggil untuk memberikan kesaksian, termasuk diriku kepala sekolah tempat Pak Adit menjadi Pembina Pramuka. 
Di satu sisi istri Pak Adit hidup sendiri, usianya yang semakin renta membuat kondisi lemah sering sakit-sakitan, membutuhkan sentuhan dan pendampingan. Aku selalu ditelpon beliau untuk memberikan bantuan. Akupun tak pernah menolak selagi mampu dan miliki kesempatan. Semoga saja kasus yang menimpa Pak Adit segera menemukan titik terang sehingga beliau dapat hidup bersama istri dan keluarga besarnya.  Aamiin, Ya Rabbal Alamiin.

No comments:

Post a Comment

Di Balik Kisah Guru yg terkucilkan

“Adi… keluar sebentar, ambil ini... aku di depan pagar”.  Suara lantang terdengar setelah ku menjawab salamnya melalui handphone...