Friday, September 8, 2023

Di Balik Kisah Guru yg terkucilkan

“Adi… keluar sebentar, ambil ini... aku di depan pagar”. 
Suara lantang terdengar setelah ku menjawab salamnya melalui handphone yg telah berdering beberapa saat. Tersentak ku terbangun dengan mata sedikit terkucek karena belum melek dengan sempurna. Aku berlari membuka pintu rumah lalu pintu gerbang. Nampak Pak Adit dengan tergesa-gesar menyodorkan sebuah plastik berisi baju kaos bermerk stelan dengan topinya yang dibawanya dari Jakarta tempat berlibur akhir tahun lalu. 
“Ini titip buat ayah!” tambahnya. Ayah adalah panggilan Pak Adit kepada suami ku, ia mengikuti panggilan ku sehari-hari.
“Hai… dari mana saja, koq gini hari masih pakai baju dinas?” Aku balik bertanya sambil menerima pemberian Pak Adit. 
“Aku dimutasi, Adi.” Adi dalam bahasa daerahku artinya adik, panggilan akrab kepada orang yang lebih kecil. 
Mendengar kata mutasi, aku sedikit terperangah. “Haaah… mutaasi, kemana, ada apa, koq tiba-tiba?” 
“Aku kena nota tugas ke pulau, kasus pemukulan terhadap siswa, aku baru saja di BAP oleh Pak Kabid, nanti saja aku ceritakan, aku buru-buru mau beres-beres karena mau berangkat nanti malam lewat dermaga.” jawab Pak Adit dengan jelas. 
Belum sempat aku membalas kalimatnya, Pak Adit sudah menyetater motornya untuk pulang.  Rasa penasaran semakin besar, bertanya-tanya apa gerangan yang terjadi, begitu singkat, tanpa proses panjang, langsung mutasi. Saya pun masuk ke dalam rumah, sambil baring di tempat tidur saya menghubungi suami untuk menceritakan hal yang baru saja terjadi. suami ku juga merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan, dia menyarankan untuk membantu  Pak Adit melalui forum PGRI. 
Pulau yang dimaksudkan Pak Adit adalah sebuah pulau di sebelah utara daerahku, pulau yang terkenal dan mendunia. Destinasi wisata yang sangat indah, banyak para artis, pejabat, orang-orang hebat dan berduit, baik di tingkat nasional maupun macanegara menuju ke sana  menikmati pesona alamnya. Walaupun berada di daerah ku, aku sendiri belum pernah menginjakkan kaki ke sana. Menuju ke sana cukup menguras isi kantong, biaya penginapan hotel semalam perkamar mencapai 20 juta untuk touris dalam negeri dan 26 juta touris mancanegara.  Orang lokal yang berwisata ke sana cukup menginap di kos-kosan warga yang disediakan dengan biaya terjangkau. Entah kapan aku bisa menikmati pesona alam pulau tersebut, semoga hayalanku suatu saat menjadi kenyataan. Walau Pak Adit ditugaskan di pulau yang mendunia tersebut akan tetapi akses untuk ke sana tidaklah rutin terkadang 3x seminggu, terkadang juga tergantung situasi angin atau gelombang hingga bisa jadi tidak ada penyeberangan dalam rentang waktu tertentu. Hal itu berlaku untuk angkutan umum, namun untuk pariwisata ada angkutan boots/kapal cepat yang dikelola oleh hotel.
Pak Adit seorang guru Olahraga di salah satu sekolah dasar. Ia berusia 52 tahun beliau memiliki banyak skill. Selain sebagai Pembina pramuka juga Pembina drumband di percayakan di sekolah tempat tugasnya.  Beliau juga pembina pramuka di sekolah yang aku pimpin. Hubungan emosional Pak Adit dengan warga sekolah sebelumnya sudah terjalin dengan baik terutama kepada sesama guru karena beliau adalah suami dari mantan kepala sekolah kami di periode sebelumnya. Sejak beliau bergabung kembali di sekolah kami, keakraban kami dengan wali murid semakin membaik, aku melihat beliau pandai mencairkan suasana dan menjalin komunikasi kepada siapa saja, kamipun terbawa arus akhirnya rasa kekeluargaan antar wali murid, guru, dan kepala sekolah semakin dekat. Melihat situasi ini antusias dan dukungan orang tua dalam melibatkan anak-anaknya semakin meningkat. Orang tua sangat memberikan apresiasi kepada pelatih pramuka karena bertanggung jawab, peduli, serta penyayang terhadap anak-anak. Dokumen setiap kegiatan baik saat latihan maupun lomba tetap dishare di dalam WA Group Pramuka yang beranggotakan guru, orang tua, dan kepala sekolah. selama menjalankan tugas tidak pernah melihat atau merasakan ada kejanggalan atau ketidakwajaran yang dilakukan oleh Pak Adit sebagai seorang pelatih pramuka di sekolah, beliau menjalankan tupoksi yang saya berikan sesuai prosedur dan sistematis. Beliau juga berdedikasi serta loyalitas tinggi dan pantas dijadikan tauladan. 
Hubungan harmonis Pak Adit dengan warga sekolah terutama terhadap diriku selaku kepala sekolah semakin akrab hal ini merembet kepada suami ku. Pak Adit dengan suami ku sudah saling kenal sebelumnnya walau tidak begitu dekat karena punya hubungan kekeluargaan namun masih jauh. Istri pertama Pak adit berasal dan beralamat di  desa asal suami saya selain itu, istrinya juga adalah teman sekelas di bangku SMP dan SMA. keterkaitan ini semakin mempererat hubungan kami sehingga komunikasi antara Pak Adit dengan suami ku semakin dekat.  
Jum’at pagi, setiap Satuan Pendidikan di kecamatan mendapat undangan Bupati untuk melaksanakan penanaman pohon di lokasi tempat palaksanaan MXGP dunia. kegiatan tersebut diawali dengan senam bersama. Aku beserta rekan guru dan kepala sekolah  yang lain ikut serta dalam kegiatan tersebut. Setelah senam usai kami lanjutkan dengan penanaman pohon. Di sela kegiatan tersebut aku bertemu dengan kepala sekolah tempat semula Pak Adit bertugas. Aku menyapa beliau dengan sedikit basa-basi menanyakan apa yang terjadi dengan guru beliau. Beliau menjawab tidak tahu apa-apa tiba-tiba ada telpon dinas minta Pak Adit untuk menghadap. setelah lama kami bincang-bincang beliau meminta aku untuk membantu Pak Adit melalui PGRI. Mendengar hal ini saya mulai berpikir untuk melakukan sesuatu. 
Sepulang dari kegiatan senam di wilayah MXGP, saya menuju ke sekolah dan menelusuri nomor istri Pak Adit, ku dapatkan nomor tersebut dari para guru. Aku coba japri WA beliau, namun belum merespon. Tak lama kemudian beliau telpon balik, kami saling mengutarakan maksud dan tujuan akhirnya kami janjian bertemu di sore harinya.
 Jum’at sore via telepon aku diminta oleh istri Pak Adit untuk menjemput beliau ke rumahnya menemui Ketua PGRI Kabupaten. Kami bertemu Ketua PGRI di stadion sesuai arahan beliau yang kami hubungi sebelumnya. Istri Pak Adit menjelaskan permasalahan yang menimpa suaminya. Mendengar penjelasan dan ketidakpuasan istri Pak Adit, Ketua PGRI menyarankan menemui Ketua LKBH (Lembaga Khusus Bantuan Hukum) PGRI. Sore itu juga kami bertolak menuju rumah Ketua LKBH PGRI. Aku membuka pembicaraan tentang hal yang menimpa Pak Adit. Beliau menginformasikan bahwa dia telah dengar kasus tersebut namun yang mencuat bukan kekerasan akan tetapi pelecehan. Di sela perbincangan itu aku perkenalkan istri Pak Adit kepada Pak Ketua LKBH PGRI, spontan beliau menghentikan penjelasannya. Kemudian beliau mengatakan kalau kasus ini akan ditelusuri lebih dalam kembali dan akan diinformasikan kepada ku melalui japri. mendengar hal itu kami mohon pamit karena sudah menjelang magrib. 
Dari rumah Ketua LKBH PGRI kami bertolak menuju rumah salah satu guru tempat Pak Adit bertugas semula untuk meminta penjelasan. Guru tersebut adalah teman dekat ku ketika bertugas di gugus 01 dulu. Setiba di sana rumah guru tersebut gelap karena habil pulsa listriknya dan belum mengisi token, akhirnya aku membantu mengisikan pulsa listrik rumah tersebut. Selanjutnya kami numpang sholat magrib, setelah itu istri Pak Adit mencerita kronologi suaminya mutasi secara mendadak. Kami meminta penjelasan Ibu Guru terhadap apa yang sebenarnya terjadi di sekolah mereka. Ibu Guru tersebut menerangkan bahwa tidak tahu apa yang terjadi karena tidak masuk sekolah dari beberapa hari sebelumnya karena sakit. Beliau menganggap Pak Adit adalah orang yang baik, bertanggung jawab, enak diajak bergaul, sedikit keras namun tegas.  Tidak puas dengan penjelasan Ibu Guru tersebut, istri Pak Adit meminta Ibu Guru untuk menelepon wali kelas siswa yang dijadikan korban kekerasan tersebut. Guru tersebut memberikan penjelasan bahwa anak-anak tidak tahu tentang kejadian kekerasan itu saat ditanyakan mereka hanya mengangkat bahu karena tidak tahu. Setelah itu aku diminta oleh istri Pak Adit untuk menghubungi Pak Korwil Pendidikan Kecamatan selaku penganggung jawab di wilayah kami. Aku tidak tahu persis isi pembicaraan beliau bersama Pak Korwil namun, raut wajah istri Pak Adit menunjukkan kekesalan. Setelah itu kami pun pulang.
Keesokan harinya di waktu sore kembali aku dihubungi Istri Pak Adit untuk menemani beliau menuju rumah Kepala Bidang GTK Dikbud Kabupaten, ketika kami ke sana nampak rumahnya tertutup tidak ada orang. Kami pun mencoba menghubungi beliau ternyata sedang menjemput anaknya di sekolah. Sementara menunggu, kami pun melanjutkan perjalanan,  jalan-jalan untuk hilangkan stress. Kami menuju Pantai di sebelah utara kota, sesampai di sana kami melihat Pak Kabid GTK bersama anaknya sedang duduk dan makan di lesehan pinggir pantai. Kami menyapa, beliau pun minta untuk bergabung. Kami duduk bersama dan Istri Pak Adit basa basi memulai pembicaraan. Pak Kabid bertanya tentang keberadaan Pak Adit, kemudian istrinya menjelaskan kalau sudah berangkat malam itu juga setelah menerima nota tugas. selanjutnya Istri Pak adit meminta keterangan Pak Kabid tentang kesalahan suaminya sampai bisa diberikan nota tugas. Saat itu aku tidak fokus terhadap pembicaraan mereka karena harus terima telepon dari anak-anakku dilanjutkan telpon dengan suami serta membalas WA mereka.  Aku melihat Istri Pak Adit bersitegang dengan Pak Kabid karena masih tidak menerima keputusan yang diambil. setelah selesai aku menerima telepon kembali lagi bergabung dengan mereka, ku mendengar Pak Kabid menjelaskan bahwa yang melaporkan kasus Pak Adit adalah enam orang anak didampingi guru kelasnya. Istri Pak Adit langsung menebak nama guru tersebut, kemudian menjelaskan hubungan ketidakharmonisan antara Pak Adit dengan guru tersebut. Istri Pak Adit balik bertanya kepada Pak Kabid tentang tanggungjawabnya untuk bisa membuktikan hal tersebut karena tanpa menelusuri terlebih dahulu kebenarannya, namun Pak Kabid menjelaskan bahwa jangankan 6 orang saksi, dua saksi saji Pak Adit sudah dikenai sanksi berdasarkan hukum perlindungan anak. Istri Pak Adit semakin berang mendengar hal itu, beliau semakin memojokkan Pak Kabid dengan pertanyaan-pertanyaan, akhirnya Pak Kabid memberikan saran agar Istri Pak Adit dapat mengunjungi siswa korban kekerasan atau pelecehan dan menghubungi Kepala Dinas Dikbud dan BKD supaya masalah tersebut tidak berlanjut sampai kantor polisi atau ranah hukum. Pak Kabid menyudahi pembicaraan, kamipun melaksanakan sholat magrib di Masjid sekitar pantai. 
Setelah sholat magrib kami menuju Perumahan tempat tinggal siswa korban kekerasan tersebut. Di sana kami bertemu Ibu dan anaknya sedangkan ayahnya sedang keluar karena ada pertemuan. Kami disambut baik oleh Ibu dari anak tersebut serta meminta maaf karena sikap suaminya yang pemarah, gegabah dalam mengambil keputusan, akibat hasutan teman-temannya untuk segera melaporkan ke polisi. kami menanyakan kronologi penempelengan Pak Adit kepada anak tersebut, namun anak tersebut hanya memberikan keterangan kalau hanya ditekan pipinya dengan empat jarinya dengan cara mendorong bukan menampar oleh karena tidak diizinkan main bola. Istri Pak Adit minta maaf kepada anak tersebut beserta keluarganya atas semua yang terjadi. Anak itu hanya mengangguk dan  ibunya tidak menanggapi serius dan dia minta maaf juga kerena telah merepotkan. Sepulang dari rumah anak korban kekerasan, kami lanjutkan perjalanan menuju rumah salah satu anak korban pelecehan di Perumahan Bukit Berlian. akan tetapi tidak ada orang di rumah itu, kamipun balik pulang. 
Malam Minggu setelah sholat magrib Istri Pak Adit kembali mengajak saya untuk menemaninya menuju rumah Kepala BKPP Kabupaten. Hubungan keluarga Istri Pak Adit dan Kepala BKPP tidak begitu jauh serta beliau juga adalah teman dekat Pak Adit. Istri Pak Adit bermaksud menceritakan kronologi suaminya kena nota tugas ke pulau, daerah terpencil itu. Hal ini beliau lakukan karena guru yang menjadi pelapor adalah ipar dari Kepala BKPP tersebut. sekitar 15-20 menit kami berada di sana Kepala BKPP tersebut akan segera menindaklanjutinya dan bicarakan kepada Bapak Bupati. Selanjutnya karena beliau mau keluar bersama istrinya ke suatu acara, kami pun pamit pulang. 
Demikian kisah seorang istri mencari kesaksian terhadap kasus yang menimpa suaminya yang terkucilkan.
Bagaimana kisah Pak Adit selama menjalankan tugas di pulau? bagaimanakah hubungan Pak Adit dengan istrinya? Siapa sebenarnya istri Pak Adit, kenapa begitu berani dia menemui para pejabat di daerah? simaklah jurnal saya berikutnya.

No comments:

Post a Comment

Di Balik Kisah Guru yg terkucilkan

“Adi… keluar sebentar, ambil ini... aku di depan pagar”.  Suara lantang terdengar setelah ku menjawab salamnya melalui handphone...